Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....Setelah kemarin saya membahas mengenai Jaminan Allah Terhadap Kebenaran dan Kemurnian Al-Qur’an sekarang saya putuskan untuk membahas Hukum Dzikir dan Doa Bersama dengan Suara Keras, Apakah Benar ? saya selesai shalat jum’ah, saya jalan keluar masjid entah kenapa tiba-tiba saya ingin membaca tentang buletin dakwah yang dibagikan setiap hari jum’ah pada masjid tersebut. Ketika saya baca artikel yang ada di sana yang keluar artikel tentang hukum berdzikir. Sepertinya menarik untuk saya ulas di blog pendidikan-islamic.blogspot.com
Pada jaman sekarang ini sedang ngetren dzikir bersama yang dipandu seorang da’i dan disiarkan di TV. Bagaimana hukumnya ? apakah termasuk bid’ah (sesuatu yang dilebih-lebihkan) ?
Mengenai dzikir bersama (berjam’ah) dengan mengeraskan suara, apalagi disiarkan oleh TV, hal itu menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mengharamkan berdzikir dengan cara seperti itu dengan alasan berlawanan dengan isi firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 205 dan hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Musa R.A., serta tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, disamping itu juga mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat misalnya.
Dalam surat Al-A’raf ayat 205
Yang artinya : “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi, dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
Dari hadist riwayat Imam Muslim dari Abu Musa R.A., Rosulullah SAW bersabda yang artinya :
“Hai manusia, kecilkan suaramu, sebab kamu tidak menyeru kepada orang yang tuli dan jauh, melainkan kamu menyeru kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia bersamamu.”
Dalam hadist lain yang sudah begitu terkenal diterangkan, di antara orang yang mendapat naungan Allah dari terik panas matahari di hari kiamat adalah orang yang berzdikir kepada Allah dalam keadaan sunyi sepi sehingga mengalir air matanya.
Imam Asy’Syafi’i dalam kitab Al-Um Juz I halaman 150 menyatakan yang artinya : “saya mengutamakan para imam dan makmum berzdikir sesudah shalat dengan suara pelan, kecuali apabila imam menghendaki supaya dzikirnya itu dipelajari makmum. Di kala yang demikian itu barulah dzikir dikeraskannya. Tetapi setelah dirasakan bahwa makmum telah mengetahui (hafal), maka kembali lagi dzikir itu dibaca pelan.”
Adapun alasan yang digunakan oleh Imam Asy-Syafi’i yaitu surat Al-Israa’ ayat 110
Yang artinya : “Katakanlah : serulah Allah atau Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al-Asmaul-Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”
Sementara itu ada sebagian ulama yang membolehkan dzikir berjama’ah dengan suara keras, beragumentasi dengan beberapa hadist yang sebenarnya bersifat umum tidak menerangkan tentang kaifiatnya dibaca keras.
Menurut kesimpulan Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bukan berarti saya admin itu orang muhammadiyah ya ? saya juga bukan orang dari NU. Saya orang yang ingin mengambil kebenaran dari kedua-duanya. Baik itu muhammadiyah dan NU, jadi mohon maaf bagi pembaca yang tersinggung atau tidak suka. Saya admin benar-benar minta maaf, karena blog ini tempat saya sharing dan beragumentasi ilmu islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-hadist. Manakala saya mendapat petunjuk dari kedua paham yang sesuai Al-Qur’an dan Al-Hadist maka akan saya anggap benar kedua-duanya.
Kembali lagi kita ambil kesimpulan dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, cara terbaik adalah kembali kepada praktik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan ulama salaf, yaitu secara pelan-pelan dan dilakukan sendiri-sendiri. Hal ini karena berdo’a itu ibadah, maka jangan dimasukkan rekayasa pikiran dan model-model yang tidak ada tuntunan kaifiyatnya.
Mudah-mudahan artikel tentang Hukum Dzikir dan Doa Bersama dengan Suara Keras, Apakah Benar ? bisa membantu sahabat muslim dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Semua kembali kepada kita. Tuntunan yang benar adalah melalui Nabi Muhammad SAW karena beliau adalah perantara kita kepada Allah SWT ketika Allah SWT menyampaikan ayat-ayat suciNya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
0 komentar:
Posting Komentar